Hidup Kita Hanya 1,5 Jam
Perbandingan Waktu Dunia dan Akhirat 1000 Tahun Atau 50000 Tahun?

Ayat Pertama:
سَأَلَ سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ (١)لِلْكَافِرينَ لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ (٢)مِنَ اللَّهِ ذِي الْمَعَارِجِ (٣)تَعْرُجُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ (٤)فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيلا (٥)
“Seseorang telah meminta kedatangan azab yang akan menimpa, orang-orang kafir, yang tidak seorangpun dapat menolaknya, (yang datang) dari Allah, yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik.”[1]
Ayat kedua:
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ مَا لَكُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا شَفِيعٍ أَفَلا تَتَذَكَّرُونَ (٤)يُدَبِّرُ الأمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الأرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ (٥)ذَلِكَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ (٦)
“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari pada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan? Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. Yang demikian itu ialah Tuhan yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.”[2]
Allah Juga berfirman:
وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ وَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ وَعْدَهُ وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ (٤٧)
“Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, Padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu.”[3]
Sesungguhnya ayat- ayat ini sama sekali tidak ada kontradikisi padanya. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa sisi:
Pertama: sesungguhnya Allah azza wajalla telah mentazkiyah (menyucikan) kitab-Nya al-Qur’an dari sesuatu yang kontradiksi (bertolak belakang). Sehingga pemahaman kitalah yang diciptakan sebagai manusia lemah atau karena kekurangan ilmu, sehingga kita tidak bisa memahami dan mengiranya sebagai sesuatu yang kontradiksi.
Allah berfirman:
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا (٨٢)
“Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”[4]
Syaikh Abdurrahman Ibnu Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata:
ومن فوائد التدبر لكتاب الله: أنه بذلك يصل العبد إلى درجة اليقين والعلم بأنه كلام الله، لأنه يراه يصدق بعضه بعضا، ويوافق بعضه بعضا. فترى الحكم والقصة والإخبارات تعاد في القرآن في عدة مواضع، كلها متوافقة متصادقة، لا ينقض بعضها بعضا، فبذلك يعلم كمال القرآن وأنه من عند من أحاط علمه بجميع الأمور
“Dan diantara faidah-faidah dari mentadabburi kitab Allah (al-Qur’an) adalah dengan hal itu, seorang hamba akan mencapai derajat keyakinan dan mengetahui dengan pasti bahwa ini merupakan firman Allah. Karena ia akan menemukan ayat-ayat yang saling membenarkan satu sama lainnya dan saling sesuai. Ia akan melihat hukum-hukum, kisah dan berita-berita yang disebutkan di dalam al-Qur’an pada beberapa tempat, semuanya saling membenarkan dan saling menunjukkan kesesuaiannya. Tidak berlawanan antara yang satu dengan yang lainnya. Sehingga dengan itu, ia akan mengetahui kesempurnaan al-Qur’an dan ia mengetahui dengan seyakin-yakinnya bahwa hal ini merupakan dari Dzat yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.”[5]
Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata:
قبل الإجابة على هذا السؤال أود أن أبين أنه ليس في كتاب الله ، ولا في ما صح عن رسول صلى الله عليه وسلم ، تعارض أبداً ، وإنما يكون التعارض فيما يبدو للإنسان ويظهر له ، إما لقصور في فهمه ، أو لنقص في علمه ، وإلا فكتاب الله وما صح عن رسوله صلى الله عليه وسلم ليس فيهما تعارض إطلاقاً ، قال الله تعالى : ( أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافاً كَثِيراً
فإذا بدا لك أيها الأخ شيء من التعارض بين آيتين من كتاب الله ، أو حديثين عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ، أو بَيْن آية وحديث : فَأَعِد النظر مرة بعد أخرى ، فسيتبين لك الحقُّ ووجهُ الجمع ، فإن عجزت عن ذلك فاعلم أنه إما لقصور فهمك ، أو لنقص علمك ، ولا تتهم كتاب الله عز وجل ، وما صح عن رسوله صلى الله عليه وسلم ، بتعارضٍ وتناقض أبدا .
“Sebelum saya menjawab pertanyaan ini, saya ingin menjelaskan bahwasanya tidak akan ada di dalam al-Qur’an atau pada hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang shahih  sesuatu yang kontradiksi. selama-lamanya!! Sesungguhnya kontradiksi itu hanya terjadi pada sesuatu yang nampak padanya saja. Entah karena kurangnya pemahamannya atau karena kurangnya ilmunya. Adapun di dalam al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak akan pernah ada yang kontradiksi. Ini secara mutlak. Sebagaimana firman Allah: “Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”[6]
Olehnya, jauhkanlah dirimu wahai saudaraku dari pemahaman bahwa terjadi kontradiksi antara kedua ayat ini, atau antara hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, atau antara hadits dan ayat al-Qur’an. Perhatikan kembali setelah engkau membacanya secara berulang-ulang. Sungguh akan jelas kepadamu kebenaran dan kesesuain penggabungan darinya. Jika engkau lemah dari menemukan hal itu, itu terjadi karena kurangnya pemahamanmu atau kurangnya ilmumu. Maka janganlah engkau melempar tuduhan bahwa di dalam al-Qur’an dan hadits-hadits terdapat  sesuatu yang kontradiksi.”[7]
Kedua: Telah tsabit hadits-hadits yang menyebutkan tentang kedatangan Dajjal bahwa pada hari kedatangannya selama 40 hari, hari pertama serasa setahun, hari kedua serasa sebulan dan hari ke tiga serasa seminggu, kemudian hari-hari berikutnya sama dengan hari-hari biasanya. Ini menunjukkan bahwa Allah mampu menciptakan perbedaan perputaran waktu atau panjangnya hari, walau kita masih menyebutnya sebagai satu hari namun hakikat perputaran waktunya berbeda. Hadits tersebut juga menunjukkan perbedaan hari yang terjadi dan bukan hari yang sama.
Ketiga: Kesimpulan yang tepat dari penjelasan point kedua adalah bahwa antara ayat pertama yang menyebutkan angka lima puluh ribu dan ayat kedua yang menyebutkan seribu tahun adalah hari yang berbeda. Sehingga tidak terjadi kontradiksi dalam hal ini.
Jika kita memperhatikan dengan baik ayat –ayat tersebut kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa:
-Ayat pertama pada permasalahan di atas yang menyebutkan angka lima puluh ribu tahun adalah lamanya kehidupan satu hari di hari kimat yang menyamai waktu lima puluh ribu tahun di dunia.
-Sedangkan ayat kedua yang menyebutkan angka seribu tahun adalah masa penciptaan dan pengaturan kehidupan dunia yang kadarnya sehari disisi Allah sama dengan seribu tahun bagi kita di dunia. Dan sama sekali tidak menyebutkan perhitungan hari di hari kiamat kelak.
Syaikh Muhammad Ibnu Shaleh al-Utsaimin rahimahullah berkata:
أن آية السجدة في الدنيا ، فإنه سبحانه وتعالى يدبر الأمر من السماء إلى الأرض ثم يعرج إليه في يوم ، كان مقدار هذا اليوم - الذي يعرج إليه الأمر - مقداره ألف سنة مما نعد ، لكنه يكون في يوم واحد ، ولو كان بحسب ما نعد من السنين لكان عن ألف سنة
“Bahwasanya ayat pada surat as-Sajadah menyebutkan ukuran waktu saat manusia hidup di dunia.  Dimana Allah subhanahu wata’ala mengatur semua perkara-perkara dari langit ke bumi kemudian naik lagi kepada-Nya itu terjadi dalam satu hari bagi-Nya. Adapun jika dihitung dalam perhitungan kita sebagai manusia yang hidup di dunia berlangsung selama seribu tahun. Padahal hakikatnya di sisi Allah hanya satu hari. Jika seandainya kita menghitung harinya niscaya akan sampai seribu tahun lamanya.
وأما الآية التي في سورة المعارج، فإن ذلك يوم القيامة كما قال تعالى : (سَأَلَ سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ لِلْكَافِرينَ لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ . مِنْ اللَّهِ ذِي الْمَعَارِجِ. تَعْرُجُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ. وقوله : ( في يوم ) ليس متعلقاً بقوله تعالى : ( الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ)، لكنه متعلق بما قبل ذلك .
“Adapun ayat yang disebutkan dalam surah al-Ma’arij, sesungguhnya ayat itu menyebutkan perbandingan hari untuk hari kiamat. Allah berfirman: “Seseorang telah meminta kedatangan azab yang akan menimpa, orang-orang kafir, yang tidak seorangpun dapat menolaknya, (yang datang) dari Allah, yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan.” Adapun kata “Dalam sehari” tidak berhubungan dengan firman Allah: “Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan.” Tapi berhubungan dengan ayat sebelumnya (yaitu permintaan seseorang tentang azab yang terjadi pada hari kiamat).”[8]
Sehingga jelas bahwa ayat-ayat ini tidaklah kontradikisi.
Wallahu a’lam bishshowab.

[1] QS. Al-Ma’arij: 1-5
[2] QS. As-Sajadah: 4-6
[3] QS. Al-Hajj: 47
[4] QS. An-Nisa: 82
[5] Taisiru al-Karimi ar-Rahman Fi Tafsiiri al-Kalami al-Mannan: 205 Cetakan al-Bayan
[6] QS. An-Nisa: 82
[7] Nur Ala Darb Libni Utsaimin: 2/72 (Maktabah Syamilah)
[8] Nur Ala Darb Libni Utsaimin: 2/72 (Maktabah Syamilah